Senin, 16 Februari 2009

Derby Milano

Pertandingan sarat prestise di kancah sepakbola liga italia akhir minggu ini menghadirkan dua tim sekota AC Milan versus Internazionale Milan. Dua tim satu darah itu harus berjibaku menjadi yang terbaik di kota mode Milan untuk menarik hati pecinta sepakbola tidak saja di daerah asal mereka tapi lebih luas lagi untuk bolamaniak seantero bumi. Duel dua kutub itu akhirnya dimenangi oleh Internazionale dengan skor 2-1 sekaligus balas dendam atas kekalahan diputaran pertama.

Walaupun bermodal pemain gemerlap, kekalahan AC Milan sudah banyak diprediksi oleh pakar jauh sebelum pertandingannya sendiri digelar. Alasan para pakar tak lain karena lini pertahanan AC Milan dihuni oleh para generasi ‘old crack’ sehingga rentan terhadap serangan balik cepat. Kritik tersebut bukan kali ini muncul, tapi sudah ada sejak tahun lalu.

AC Milan bukannya tak paham akan kelemahannya, tapi mereka juga tidak hanya memikirkan prestasi mengkilap, mereka tetap butuh pemain yang masuk kategori ‘old crack’ tadi karena mereka adalah bagian inti saat jaya.

Disini mungkin AC Milan memegang pepatah habis manis sepah tak dibuang. Saat dunia begitu materialistik dimana semua dinilai dengan hasil akhir , AC Milan menjadi sedikit tim besar dunia yang sangat menghargai pemainnya ( Manchester United adalah salah satu lainnya ). Pemain uzur atau pemain cidera tidak serta merta diputus kontrak ataupun dijual. Walaupun mungkin gaji tidak dibayar penuh bagi pemain cidera tetapi setidaknya pemain itu masih mempunyai klub sehingga masih punya posisi tawar dibursa transfer.

Jika cerita diatas kita tarik ke dunia kita, rata – rata manusia hanya melihat sisi keuntungan dari dalam dirinya sendiri, tanpa melihat dari sudut lain. Tak jarang dari kita saat melihat kontribusi seseorang menurun tanpa dialog dan cari solusi langsung mengambil keputusan yang menyudutkan pelaku. Itu bisa terjadi di dunia mana saja , dunia industri , dunia masyarakat sosial dll.

Walaupun layak dipertahankan bukan berarti profesionalisme kita acak – acak seenaknya . Masing masing partit harus menyadari tujuan utama organisasi. Yang punya otoritas tidak mudah mengatakan bangkrut, tak berkontribusi dan sebagainya sementara bagi sub-ordinat juga harus tahu diri kapasitasnya sehingga tidak mengganggu roda organisasi.

Saat ini kita perlu melihat contoh dari AC Milan dalam menyikapi dunia industri yang lagi tidak menentu akibat krisis global. Bagi pengusaha janganlah krisis dijadikan alasan untuk saving terhadap diri sendiri sehingga menimbulkan kerawanan sosial. Keterbukaan , kejujuran bernilai lebih dari sekedar harta.

Read More..

Jumat, 06 Februari 2009

Badai Krisis

Krisis global telah menghantam semua sendi kehidupan manusia. Seluruh negara dengan skala masing – masing merasakan dampak ketidak stabilan model perekonomian saat ini yang banyak dianut oleh warga dunia.

Banyak pakar ekonomi memberi nasehat agar kita bersiap menghadapi krisis dengan berbagai cara . Salah satu contoh kita dinasehati untuk hati hati saat berinvestasi atau lebih baik pegang uang cash saja, dan lain – lain. Itu untuk yang punya uang , jika kita tidak punya uang terus bagaimana …?

Persiapan secara materi memang perlu , karena itu bagian dari ihtiar. Ihtiar memang harus maksimal , namun untuk berhasil atau tidak sama sekali bukan urusan manusia. Hal ini para alim menyebutnya dengan tawakal. Tawakal inilah yang jarang sekali dibahas oleh pakar jika bicara masalah krisis global.

Krisis ini bagi sebagian banyak adalah hambatan , tapi sebenarnya juga menyimpan peluang. Kita sebagai bangsa justru mempunyai momentum untuk bangkit terbebas dari dikte dan kontrol bangsa yang mengaku lebih maju.

Jadi …? Krisis ini sebagi pemicu kita untuk bisa lebih mandiri. Sebagai bangsa yang besar dengan potensi berlimpah tak seharusnya kita terseret arus ekonomi yang tidak stabil. Jumlah penduduk Indonesia besar cukup potensial untuk pangsa pasar sebuah produk, juga modal tenaga kerja yang banyak. Kekayaan alamnya berlimpah ,lautnya luas dengan isinya beraneka sumber kehidupan.

Jika saja potensi diatas diolah dan dikembangkan dengan asas manfaat , tentunya kita tak perlu kawatir soal krisi global. Bayangkan jika saja kekayaan alam diolah untuk pemenuhan rakyat dalam negeri sehingga menghasilkan berbagai barang industri dan dipasarkan untuk rakyat.

Tapi saat ini semua kekayaan alam diolah dengan asas keuntungan ( profit oriented ) sehingga semua usaha harus menghasilkan keuntungan sebesar – besarnya . Bahkan terkadang keuntungannya karena hasil dari penderitaan orang lain. Tak peduli bagaimana perasaan orang lain yang penting kita untung besar.

Momentum 100 tahun kebangkitan nasional seharusnya kita buat bukti konkrit tidak sekedar wacana. Entaskan Indonesia dari krisis dengan mandiri dan pemanfaatan kekayaan alam berasas manfaat sesuai amanat undang – undang.
Read More..