Senin, 27 April 2009

Koalisi

Menjelang 'dead-line' juli , running for president sejumlah tokoh dan yang mengaku tokoh di negeri ini disibukkan oleh kegiatan pendekatan , penjajakan , guna membentuk koaliasi, aliansi , poros dan sejenisnya. Sehingga semua berita politik isinya hanya issue seputaran hal tersebut.

Apakah para tokoh tersebut dalam membentuk koalisi berdasarkan persamaan cita - cita , platform politik , ideologi ? atau mereka hanya menggunakan asas probabilitas ( maksudnya koalisi dengan siapa yang mempunyai prosentasi terbesar untuk menang )?. Dilihat dari peta kekuatan yang ada saat ini anda bisa menilai sendiri, kemana arah koalisi tersebut.

Pada hal menurut komentar pakar bahwa koalisi politik itu tidak ada yang bersifat permanen, semuanya serba mungkin. Jadi kalau koalisi yang dibentuk tidak dilandasi suatu hal yang prinsipiil tentulah koalisi tersebut menjadi rentan terhadap badai politik.

Di samping itu karena poltik itu berlandaskan dukungan, maka beberapa kekuatan yang signifikan sering menggunakan hegemoninya dalam mengatur koalisi sehingga ada kesan pihak - pihak tertentu kurang diakomodir. Ruwet yaa...

Saya pribadi mendambakan suatu pemerintahan yang kuat dan solid, sehingga roda kehidupan bernegara dapat berjalan di atas rel secara mulus. Alangkah indahnya kalau para tokoh berkoalisi karena cita - cita yang sama jauh dari tendensi kekuasaan. Karena tidak selalu harus berkuasa untuk bisa 'berjuang' demi kejayaan negeri ini. Ingat contoh jaman dulu , bagaimana seorang pahlawan sekaliber Sentot Alibasah Prawirodirjo yang terkenal pemberani dan ahli siasat perang memilih bergabung dengan Pangeran Diponegoro dari pada membentuk kelompok perlawanan sendiri?. Ini semata agar barisan P Diponegoro kuat, dan terbukti walau usia perlawanan tersebut relatif pendek tapi pihak kolonial Belanda mampu dibuat kocar - kacir tidak hanya secara phisik di lapangan bahkan secra keuangan Belanda juga remuk.

Berbeda itu wajar, bersatulah demi cita - cita luhur ...dimanapun kita dan apaun serta siapun kita bisa berjuang demi bangsa
Read More..

Kamis, 16 April 2009

Sering Dimarahi Ayah....

Adik , begitu biasa kami panggil kepada si kecil yang saat ini duduk di bangku kelas satu Sekolah Dasar. Menurut pengamatanku sekolah jaman sekarang sangat berbeda dari sekolah jaman dulu , terutama dari materi pelajaran. Di beberapa sekolah untuk ukuran kelas satu sudah tidak dimulai dari belajar membaca dan menulis karena sudah di test saat mau masuk sekolah.

Misalnya untuk pekerjaan ulangan sekolah, kalau dulu isiannya berupa kata atau kalimat pendek, tapi sekarang bisa berupa deskripsi kalimat panjang. Yah..namanya juga kemajuan, toh asupan gizi anak sekarang juga relatif lebih baguslah.

Kakak dan Adik, selalu atau seringkali memberitahukan ke kami semua hasil ulangan di sekolah ataupun nilai PR. Selain untuk berbagi masalah hal ini juga didorong karena setiap hasil ulangan sekolah harus ditandatangani oleh orang tua murid dan dikumpulkan lagi ke wali kelas. Baik nilai bagus atau nilai tidak bagus Kakak dan Adik tidak pernah menyembunyikan hasil ulangannya.

Saat itu, Ayah baru selesai makan malam di panggil Ibu untuk dilihatin lembar ulangan sekolah Adik. Saya pikir wah surprise apa nih Adik sampai segitunya. Angka nilainya sih tidaklah jelek , namun keheranan Ibu ada pada salah satu jawaban yang diberikan Adik dalam menjawab soal isisan tersebut.

Ceritanya saat itu ulangan IPS berupa sepuluh soal isian. Satu dari sepuluh pertanyaannya adalah :
“ Sebutkan contoh hal yang menyedihkan dalam keluarga .......”
Jawaban Adik “ Selalu dimarahi Ayah ....”
Sejenak kami tertawa bersama, dan Adik dengan wajah “no-problemo” hanya nyengir saja dengan ekpresi wajah mengatakan bahwa itu adalah realita.

Well, sebagai orang tua saya menilai itu adalah jawaban jujur dari seorang bocah yang baru berusia tujuh tahun. Saat menjawab dia tidak memikirkan apakah jawaban itu akan dibenarkan oleh guru atau di salahkan sehingga mempengaruhi nilainya. Saya tidak membantah ataupun menjelaskan karena itu adalah salah satu kompetensi untuk berani menyampaikan pendapat.Dan kita harus ‘apreciate’.

Tentulah saya mendapatkan pelajaran ( kalau tidak mau di katakan teguran ) dari anak usia belia. Tak lupa saya ucapkan terima kasih. Cara pandang orang tua memang berbeda dengan cara pandang anak – anak . Di sinilah letak sulitnya menjadi orang tua . Menyampaikan larangan atau teguran kepada anak bisa di artikan bahwa ayah galak, suka marah dan lain sebagainya. Padahal sesuatu itu adalah mungkin bagus untuk si anak, tapi karena cara kita menyampaikan kurang tepat jadi sasarannya malah melenceng.

So, pesan kepada saya pribadi adalah hati – hati saat bicara kepada anak, sedapat mungkin pakai pendekatan psikologi anak. Jadi orang tua bukan berarti bisa se-enaknya , di samping anak adalah amanah ada juga hukum positif negara yang mengatur tentang kekerasan terhadap anak.

Tapi jadi anak juga bukan berarti tak tersentuh aturan main . Yakinlah Nak, tak ada orang tua yang mengharapkan anaknya menjadi orang tidak baik. Walaupun Ayah marah bukan berarti Ayah tidak sayang , tapi Ayah tak ingin melihatmu di jalan yang tidak tepat. Jangan lupa juga do’akan agar Ayah selalu bisa berpikir jernih dan diberi kekuatan oleh Yang Maha Kuasa. Ingatkan kepada Ayah saat marah jangan karena nafsu emosi , tapi demi kebenaran.

Jadi bagaimana , Yah ? lebih baik pakai sepatu bolamu dan kita main bola di lapangan yuk ....setelah itu kita pergi kamping di dekat kolam pemancingan atau dekat lapangan golf.

Read More..