Mengutip sebuah berita yang dilansir oleh koran elektronik , dikatakan bahwa Kejaksaan Agung menganggarkan sebesar 20 juta rupiah untuk biaya penanganan satu kasus. Padahal, masih tulis koran tersebut dalam tahun ini kasus yang sudah terdaftar dan siap ditangani sebanyak 130.000 buah kasus. Bukan main banyaknya , dan jika angka itu dikalikan maka akan didapat angka fantastik seperti judul di atas !!!
Dulu, ketika dekade 90-an muncul berita pembobolan bank pemerintah sebesar 1,3 triliun saja masyarakat sudah heboh membayangkan banyaknya jumlah uang tersebut, kini anggaran itu mencapai angka 2,6 triliun untuk menyelesaikan kasus. Dan jumlah uang yang terlibat akan lebih besar lagi jika kita tambah dengan uang yang dikeluarkan oleh orang yang berperkara atau kerugian yang diakibatkan oleh perkara tersebut.
Sesuatu dikatakan menjadi kasus atau perkara karena sesuatu itu diangap tidak sesuai atau bahkan melanggar hukum positif yang berlaku. Sehingga bisa dikatakan pelanggaran itu adalah kejahatan terhadap hukum. Negeri kita yang terkenal dari jaman nenek moyang sebagai bangsa yang santun, dan religius kenapa masih menyimpan gunung es kejahatan sebesar itu ?
Coba bayangkan jika semua komponen bangsa ini sadar, semua berjalan diatas peran masing masing dan bertindak sesuai hukum sehingga angka kejahatan bisa ditekan. Bukankah anggaran diatas bisa dialihkan untuk sesuatu yang lebih produktif?. Untuk investasi misalnya yang akan menyedot banyak tenaga kerja, untuk membangun sarana infrastruktur kesehatan dan pendidikan tentu akan lebih banyak mendatangkan benefit.
Anggaran negara diambil dari devisa negara yang secara tidak langsung menurut sistem pemerintahan negeri ini itu adalah uang rakyat. Jadi rakyat yang satu berbuat jahat , tapi rakyat yang lain harus mengeluarkan uang untuk menyelesaikan kasus tersebut . Tega nian jeruk makan jeruk !Kalau rakyat mengeluarkan uang untuk memakmurkan rakyat yang lain itu adalah suri tauladan, dan agama pun mengajarkannya.
Kehidupan bernegara ini adalah rangakaian panjang satu proses, yaitu proses hidup bernegara. Intinya adalah dalam sebuah proses yang terdiri dari banyak subproses, setiap aktivitas akan membentuk output – input. Kita sebagai individu adalah pelaku subproses, jadi jika kita memberikan output yang buruk sudah pasti subproses berikutnya akan menerima input yang buruk juga.
Maka hendaklah masing – masing insan Indonesia memberikan output yang baik kepada insan Indonesia lainnya , sehingga gerbong bangsa bisa terus berjalan menuju kejayaan negeri yang aman, sentosa, makmur berkeadilan.
Ayo, kita mulai !
Read More..
Tampilkan postingan dengan label Indonesiana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Indonesiana. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 16 Mei 2009
Senin, 27 April 2009
Koalisi
Menjelang 'dead-line' juli , running for president sejumlah tokoh dan yang mengaku tokoh di negeri ini disibukkan oleh kegiatan pendekatan , penjajakan , guna membentuk koaliasi, aliansi , poros dan sejenisnya. Sehingga semua berita politik isinya hanya issue seputaran hal tersebut.
Apakah para tokoh tersebut dalam membentuk koalisi berdasarkan persamaan cita - cita , platform politik , ideologi ? atau mereka hanya menggunakan asas probabilitas ( maksudnya koalisi dengan siapa yang mempunyai prosentasi terbesar untuk menang )?. Dilihat dari peta kekuatan yang ada saat ini anda bisa menilai sendiri, kemana arah koalisi tersebut.
Pada hal menurut komentar pakar bahwa koalisi politik itu tidak ada yang bersifat permanen, semuanya serba mungkin. Jadi kalau koalisi yang dibentuk tidak dilandasi suatu hal yang prinsipiil tentulah koalisi tersebut menjadi rentan terhadap badai politik.
Di samping itu karena poltik itu berlandaskan dukungan, maka beberapa kekuatan yang signifikan sering menggunakan hegemoninya dalam mengatur koalisi sehingga ada kesan pihak - pihak tertentu kurang diakomodir. Ruwet yaa...
Saya pribadi mendambakan suatu pemerintahan yang kuat dan solid, sehingga roda kehidupan bernegara dapat berjalan di atas rel secara mulus. Alangkah indahnya kalau para tokoh berkoalisi karena cita - cita yang sama jauh dari tendensi kekuasaan. Karena tidak selalu harus berkuasa untuk bisa 'berjuang' demi kejayaan negeri ini. Ingat contoh jaman dulu , bagaimana seorang pahlawan sekaliber Sentot Alibasah Prawirodirjo yang terkenal pemberani dan ahli siasat perang memilih bergabung dengan Pangeran Diponegoro dari pada membentuk kelompok perlawanan sendiri?. Ini semata agar barisan P Diponegoro kuat, dan terbukti walau usia perlawanan tersebut relatif pendek tapi pihak kolonial Belanda mampu dibuat kocar - kacir tidak hanya secara phisik di lapangan bahkan secra keuangan Belanda juga remuk.
Berbeda itu wajar, bersatulah demi cita - cita luhur ...dimanapun kita dan apaun serta siapun kita bisa berjuang demi bangsa
Read More..
Apakah para tokoh tersebut dalam membentuk koalisi berdasarkan persamaan cita - cita , platform politik , ideologi ? atau mereka hanya menggunakan asas probabilitas ( maksudnya koalisi dengan siapa yang mempunyai prosentasi terbesar untuk menang )?. Dilihat dari peta kekuatan yang ada saat ini anda bisa menilai sendiri, kemana arah koalisi tersebut.
Pada hal menurut komentar pakar bahwa koalisi politik itu tidak ada yang bersifat permanen, semuanya serba mungkin. Jadi kalau koalisi yang dibentuk tidak dilandasi suatu hal yang prinsipiil tentulah koalisi tersebut menjadi rentan terhadap badai politik.
Di samping itu karena poltik itu berlandaskan dukungan, maka beberapa kekuatan yang signifikan sering menggunakan hegemoninya dalam mengatur koalisi sehingga ada kesan pihak - pihak tertentu kurang diakomodir. Ruwet yaa...
Saya pribadi mendambakan suatu pemerintahan yang kuat dan solid, sehingga roda kehidupan bernegara dapat berjalan di atas rel secara mulus. Alangkah indahnya kalau para tokoh berkoalisi karena cita - cita yang sama jauh dari tendensi kekuasaan. Karena tidak selalu harus berkuasa untuk bisa 'berjuang' demi kejayaan negeri ini. Ingat contoh jaman dulu , bagaimana seorang pahlawan sekaliber Sentot Alibasah Prawirodirjo yang terkenal pemberani dan ahli siasat perang memilih bergabung dengan Pangeran Diponegoro dari pada membentuk kelompok perlawanan sendiri?. Ini semata agar barisan P Diponegoro kuat, dan terbukti walau usia perlawanan tersebut relatif pendek tapi pihak kolonial Belanda mampu dibuat kocar - kacir tidak hanya secara phisik di lapangan bahkan secra keuangan Belanda juga remuk.
Berbeda itu wajar, bersatulah demi cita - cita luhur ...dimanapun kita dan apaun serta siapun kita bisa berjuang demi bangsa
Read More..
Label:
Indonesiana
Jumat, 06 Februari 2009
Badai Krisis
Krisis global telah menghantam semua sendi kehidupan manusia. Seluruh negara dengan skala masing – masing merasakan dampak ketidak stabilan model perekonomian saat ini yang banyak dianut oleh warga dunia.
Banyak pakar ekonomi memberi nasehat agar kita bersiap menghadapi krisis dengan berbagai cara . Salah satu contoh kita dinasehati untuk hati hati saat berinvestasi atau lebih baik pegang uang cash saja, dan lain – lain. Itu untuk yang punya uang , jika kita tidak punya uang terus bagaimana …?
Persiapan secara materi memang perlu , karena itu bagian dari ihtiar. Ihtiar memang harus maksimal , namun untuk berhasil atau tidak sama sekali bukan urusan manusia. Hal ini para alim menyebutnya dengan tawakal. Tawakal inilah yang jarang sekali dibahas oleh pakar jika bicara masalah krisis global.
Krisis ini bagi sebagian banyak adalah hambatan , tapi sebenarnya juga menyimpan peluang. Kita sebagai bangsa justru mempunyai momentum untuk bangkit terbebas dari dikte dan kontrol bangsa yang mengaku lebih maju.
Jadi …? Krisis ini sebagi pemicu kita untuk bisa lebih mandiri. Sebagai bangsa yang besar dengan potensi berlimpah tak seharusnya kita terseret arus ekonomi yang tidak stabil. Jumlah penduduk Indonesia besar cukup potensial untuk pangsa pasar sebuah produk, juga modal tenaga kerja yang banyak. Kekayaan alamnya berlimpah ,lautnya luas dengan isinya beraneka sumber kehidupan.
Jika saja potensi diatas diolah dan dikembangkan dengan asas manfaat , tentunya kita tak perlu kawatir soal krisi global. Bayangkan jika saja kekayaan alam diolah untuk pemenuhan rakyat dalam negeri sehingga menghasilkan berbagai barang industri dan dipasarkan untuk rakyat.
Tapi saat ini semua kekayaan alam diolah dengan asas keuntungan ( profit oriented ) sehingga semua usaha harus menghasilkan keuntungan sebesar – besarnya . Bahkan terkadang keuntungannya karena hasil dari penderitaan orang lain. Tak peduli bagaimana perasaan orang lain yang penting kita untung besar.
Momentum 100 tahun kebangkitan nasional seharusnya kita buat bukti konkrit tidak sekedar wacana. Entaskan Indonesia dari krisis dengan mandiri dan pemanfaatan kekayaan alam berasas manfaat sesuai amanat undang – undang.
Read More..
Banyak pakar ekonomi memberi nasehat agar kita bersiap menghadapi krisis dengan berbagai cara . Salah satu contoh kita dinasehati untuk hati hati saat berinvestasi atau lebih baik pegang uang cash saja, dan lain – lain. Itu untuk yang punya uang , jika kita tidak punya uang terus bagaimana …?
Persiapan secara materi memang perlu , karena itu bagian dari ihtiar. Ihtiar memang harus maksimal , namun untuk berhasil atau tidak sama sekali bukan urusan manusia. Hal ini para alim menyebutnya dengan tawakal. Tawakal inilah yang jarang sekali dibahas oleh pakar jika bicara masalah krisis global.
Krisis ini bagi sebagian banyak adalah hambatan , tapi sebenarnya juga menyimpan peluang. Kita sebagai bangsa justru mempunyai momentum untuk bangkit terbebas dari dikte dan kontrol bangsa yang mengaku lebih maju.
Jadi …? Krisis ini sebagi pemicu kita untuk bisa lebih mandiri. Sebagai bangsa yang besar dengan potensi berlimpah tak seharusnya kita terseret arus ekonomi yang tidak stabil. Jumlah penduduk Indonesia besar cukup potensial untuk pangsa pasar sebuah produk, juga modal tenaga kerja yang banyak. Kekayaan alamnya berlimpah ,lautnya luas dengan isinya beraneka sumber kehidupan.
Jika saja potensi diatas diolah dan dikembangkan dengan asas manfaat , tentunya kita tak perlu kawatir soal krisi global. Bayangkan jika saja kekayaan alam diolah untuk pemenuhan rakyat dalam negeri sehingga menghasilkan berbagai barang industri dan dipasarkan untuk rakyat.
Tapi saat ini semua kekayaan alam diolah dengan asas keuntungan ( profit oriented ) sehingga semua usaha harus menghasilkan keuntungan sebesar – besarnya . Bahkan terkadang keuntungannya karena hasil dari penderitaan orang lain. Tak peduli bagaimana perasaan orang lain yang penting kita untung besar.
Momentum 100 tahun kebangkitan nasional seharusnya kita buat bukti konkrit tidak sekedar wacana. Entaskan Indonesia dari krisis dengan mandiri dan pemanfaatan kekayaan alam berasas manfaat sesuai amanat undang – undang.
Read More..
Label:
Indonesiana
Kamis, 01 Januari 2009
2008 - 2009
Hari ini, seluruh dunia sepakat menghitung sebagai awal hitungan tahun baru berdasarkan tarikh masehi. Kembang api banyak mewarnai langit yang gelap hingga nampak terang seakan memberi harapan bahwa waktu yang akan datang secerah kembang api menerangi gelapnya langit.
Setelah hampir setahun dunia dicekam oleh krisis finansial yang menyeluruh , kini wajar kalau penduduk dunia berharap tahun baru membawa pencerahan dan harapan positif. Harapan akan hidup yang lebih manfaat tentunya dengan mendasarkan pada sendi – sendi kehidupan yang lebih kokoh serta tahan dari badai krisis.
Yo-Yo
Para pakar mengatakan bahwa tahun 2008 ibarat permainan Yo-Yo. Ini bukan semata karena mainan ini saat sekarang sedang kembali jadi trend terutama dikalangan anak- anak, namun karena kondisi sosial masyarakat sedang naik turun seperti gerakan dalam Yo-Yo.
Ekonomi dunia bergerak kearah yang sulit ditebak oleh orang awam seperti saya. Sebagai contoh harga minyak dunia yang sempat menyentuh angka diluar psikologis , namun dipenghujung akhir tahun terus bergerak turun. Satu komoditas saja sudah membuat beberapa negara kocar – kacir dalam mengatur APBN. Dampaknya saya sebagai orang awam semakin bingung menghadapi fluktuatif harga sembako di pasaran , karena kecenderungan harga naik tapi hampir sulit untuk turun.
Namun apakah benar bahwa gerakan ekonomi dunia itu murni nature ..? tanpa ada yang mengendalikan ?. Kalau mengambil analogi permainan Yo-Yo seharusnya atau berarti kondisi dunia sekarang pastilah ada yang mengendalikan. Terus siapa pemegang kendali permainan Yo-Yo ini?. Kenapa kita sebagai bangsa yang besar dengan potensi yang melimpah belum juga sebagai pemain Yo-Yo , tapi malah menjadi bagian dari Yo-Yo yang rela terus berputar dan naik turun?
Harapan baru?
Terus bagaimana dengan 2009? . Sebagian pakar pesimis namun ada juga yang optimis. Optimisme mungkin muncul bagi mereka yang mempunyai cara pandang baru terhadap sistem saat ini yang sudah nyata- nyata sangat rentan dari tindakan spekulan.
Saya pribadi hanya sekedar berharap mudah – mudahan tahun 2009 membawa banyak kesejahteraan menyeluruh bagi umat manusia di dunia. Kedamaian , saling menghormati antar bangsa semakin terwujud, serta pencerahan baru terjadi dalam tatanan masyarakat secara integral.
Seperti kembang api diatas , menyala dalam langit gelap , membawa harapan terang. Amin.
Tambahan :
(Gambar kembang api diambil dari teras rumah, saat melihat pesta akhir tahun yang di gelar dilapangan dekat tempat tinggal. Semoga bukan pesta seremonial tanpa manfaat dan hura – hura , namun membawa perenungan pribadi untuk menjadi yang lebih baik dalam hal bersikap, bertindak dan berpikir.)
Read More..
Label:
Indonesiana
Minggu, 19 Oktober 2008
Wakil
Dalam kamus bahasa Indonesia wakil diartikan sebagai duta atau orang yang dikuasakan menggantikan tugas orang lain . Jadi secara bebas dimaknai bahwa seorang wakil adalah duta yang bekerja , berpikir , bersikap serta bertindak atas nama orang lain dan untuk kepentingan bersama atau minimal untuk kepentingan orang yang diwakilinya . Istilah peribahasanya berlaku sebagai “ parts pro toto “ .
Sebagai wakil tentulah ditunjuk orang yang paling kapabel di kelompoknya . Kapabel disini banyak sekali variabelnya mulai dari kapabel secara phisik , mental spiritual juga material . Dan tidak bisa dilihat secara parsial , walaupun tidak ada kesempurnaan dimuka bumi ini setelah era Nabi Muhammad S.A.W , namun memilih wakil yang paling banyak kriterianya tentulah bukan hal yang mustahil .
Mari kita tarik definisi wakil serta kriterianya kedalam sistem ketatanegaraan bangsa indonesia tercinta yang merupakan subtantif dari artikel ini . Bagaimana kondisi wakil kita yang membuat dan menjalankan kebijakan bernegara …?
Berita negatif tentang wakil , baik yang dipusat ataupun yang di daerah seakan tak henti menghiasi berita di berbagai media . Dan sedikit yang bisa secara gentleman mengakuinya , selebihnya berbelit dan berkelit .
Sistem multi partai memang menuntut ketersediaan SDM yang banyak , namun sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan ketersediaan kualitas yang memadai . Banyaknya kendaraan politik membuat kompetisi internal menjadi kurang kompetitif dan jika ada yang kalah bersaing cenderung keluar dan mencari alternatif . Praktek seperti ini malah bagi saya pribadi mencerminkan orientasi berkuasa . Para calon wakil tersebut malah beramai – ramai bagaimana dapat berkuasa daripada berusaha bagaimana rakyat yang akan di wakilinya percaya akan konsep dan prinsip nilai perjuangan yang dibawa jika kelak terpilih.
Karena prinsip berpolitik adalah dukungan , maka tak heran jika banyak kelompok politik memunculkan nama – nama yang populer di masyarakat sebagi calon wakil guna mengatrol perolehan suara ( dukungan ) yang notabene jaminan berkuasa . Di sinilah variable kualitas calon mulai tidak diperhatikan .
Selain itu , mengutip pernyataan seorang tokoh politik di televisi bahwa jumlah pemilih rasional saat ini masih relatif rendah . Sehingga dalam bebrapa tahun kedepan kondisi “perwakilan” masih tidak akan jauh beda dengan kondisi saat ini .
Mudah – mudahan semua insan Indonesia berusaha agar terciptanya suatu tatanan negara yang makmur berkeadilan segera terwujud .
Wassalam,
RJ
Read More..
Sebagai wakil tentulah ditunjuk orang yang paling kapabel di kelompoknya . Kapabel disini banyak sekali variabelnya mulai dari kapabel secara phisik , mental spiritual juga material . Dan tidak bisa dilihat secara parsial , walaupun tidak ada kesempurnaan dimuka bumi ini setelah era Nabi Muhammad S.A.W , namun memilih wakil yang paling banyak kriterianya tentulah bukan hal yang mustahil .
Mari kita tarik definisi wakil serta kriterianya kedalam sistem ketatanegaraan bangsa indonesia tercinta yang merupakan subtantif dari artikel ini . Bagaimana kondisi wakil kita yang membuat dan menjalankan kebijakan bernegara …?
Berita negatif tentang wakil , baik yang dipusat ataupun yang di daerah seakan tak henti menghiasi berita di berbagai media . Dan sedikit yang bisa secara gentleman mengakuinya , selebihnya berbelit dan berkelit .
Sistem multi partai memang menuntut ketersediaan SDM yang banyak , namun sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan ketersediaan kualitas yang memadai . Banyaknya kendaraan politik membuat kompetisi internal menjadi kurang kompetitif dan jika ada yang kalah bersaing cenderung keluar dan mencari alternatif . Praktek seperti ini malah bagi saya pribadi mencerminkan orientasi berkuasa . Para calon wakil tersebut malah beramai – ramai bagaimana dapat berkuasa daripada berusaha bagaimana rakyat yang akan di wakilinya percaya akan konsep dan prinsip nilai perjuangan yang dibawa jika kelak terpilih.
Karena prinsip berpolitik adalah dukungan , maka tak heran jika banyak kelompok politik memunculkan nama – nama yang populer di masyarakat sebagi calon wakil guna mengatrol perolehan suara ( dukungan ) yang notabene jaminan berkuasa . Di sinilah variable kualitas calon mulai tidak diperhatikan .
Selain itu , mengutip pernyataan seorang tokoh politik di televisi bahwa jumlah pemilih rasional saat ini masih relatif rendah . Sehingga dalam bebrapa tahun kedepan kondisi “perwakilan” masih tidak akan jauh beda dengan kondisi saat ini .
Mudah – mudahan semua insan Indonesia berusaha agar terciptanya suatu tatanan negara yang makmur berkeadilan segera terwujud .
Wassalam,
RJ
Read More..
Label:
Indonesiana
Langganan:
Postingan (Atom)